Di sudut kota Pekanbaru yang ramai, di antara bangunan modern, berdirilah sebuah Gereja yang menjadi tempat pertama kali kami bertemu. Dindingnya yang kokoh dan jendela kacanya menjadi saksi bisu bagi banyak doa dan harapan, termasuk menjadi awal dari sebuah kisah cinta antara Haris dan Claudia.

Aku adalah seorang karyawan BUMN yang baru setahun ditugaskan di Pekanbaru, jauh dari orangtua dan sahabat. Suatu Minggu sore, didorong oleh kerinduan akan ketenangan, aku memutuskan untuk beribadah.

Di sanalah aku pertama kali melihat Claudia. Rambutnya yang hitam legam membingkai wajahnya yang teduh. Suara puji-pujian mengalun dengan merdu.

Setelah ibadah berakhir, aku memberanikan diri untuk mendekati Claudia dan berbincang di halaman Gereja. Dengan sedikit gugup, aku memperkenalkan diri.

Percakapan singkat itu menjadi pembuka jalan bagi perkenalan kami. Aku mengetahui bahwa Claudia adalah seorang dokter dan dahulunya dia juga sering aktif melayani di Gereja sejak remaja. Setiap hari Minggu setelahnya, Aku tidak pernah absen datang ke gereja. Bagiku, Gereja bukan lagi sekadar tempat untuk berdoa, tetapi juga tempat untuk bertemu dengannya.

Kami pun sering menghabiskan waktu bersama setelah pulang beribadah, berjalan keliling kota atau sekadar duduk di cafe sambil berbagi cerita. Aku mengagumi akan kelembutan dan kebaikan hati Claudia, sementara Claudia terkesan dengan ketulusan dan sifat ku yang hangat. Itu menjadi fondasi yang kokoh bagi hubungan kami.

Kisah cintaku dan Claudia pun menjadi buah yang manis dalam hidupku. Sebuah cerita tentang bagaimana dua hati dipertemukan dalam iman dan kasih di sebuah Gereja di kota Pekanbaru, membuktikan bahwa cinta dapat bersemi di tempat yang paling suci sekalipun.